SEORANG TOKOH PENGHUNI SURGA
Seandainya ada orang yang dilahirkan di Surga,
lalu dibesarkan dalam haribaannya dan jadi dewasa, kemudian dibawa ke dunia
untuk jadi hiasan dan nur cahaya, maka ‘Ammar bersama ibunya Sumayyah dan
bapaknya Yasir, adalah beberapa orang di antara mereka ….
Tetapi kenapa kita mengatakan tadi “seandainya”,
seolah-olah itu hanya pengandaian belaka, padahal keluarga Yasir
benar-benar penduduk Surga? Ketika Rasulullah saw. bersabda:
“Shabar wahai keluarga Yasir, tempat yang telah dijanjikan bagi kalian
adalah Surga!”
kata-kata itu diucapkannya bukanlah hanya sebagai
hiburan belaka, tetapi benar-benar mengakui kenyataan yang diketahuinya dan menguatkan
fakta yang dilihat dan disaksikannya ….
Yasir bin ‘Amir yakni ayahanda ‘Ammar, berangkat
meninggalkan negerinya di Yaman guna mencari dan menemui salah seorang
saudaranya …. Rupanya ia berkenan dan merasa cocok tinggal di Mekah.
Bermukimlah ia di sana dan mengikat perjanjian persahabatan dengan Abu
Hudzaifah ibnul Mughirah….
Abu Hudzaifah mengawinkannya dengan salah seorang
sahayanya bernama Sumayyah binti Khayyath, dan dari perkawinan yang penuh
berkah ini, kedua suami isteri itu dikaruniai seorang putera bernama ‘Ammar ….
Keislaman mereka termasuk dalam golongan yang
mula pertama, sebagai halnya orang shalih yang diberi petunjuk oleh Allah. Dan
sebagai halnya orang-orang shalih yang termasuk dalam golongan yang mula
pertama -masuk Islam, mereka cukup menderita karena siksa dan kekejaman Quraisy
….
Orang-orang Quraisy menjalankan siasat terhadap
Kaum Muslimin sesuai suasana. Seandainya mereka ini golongan bangsawan dan
berpengaruh, mereka hadapi dengan ancaman dan gertakan. Abu Jahal orang yang
menggertaknya dengan ungkapan: “Kamu berani meninggalkan agama nenek moyangmu
padahal mereka lebih baik daripadamu! Akan kami uji sampai di mana
ketabahanmu, akan kami jatuhkan kehormatanmu, akan kami rusak perniagaanmu dan
akan kami musnahkan harta bendamu!” Dan setelah itu mereka lancarkan kepadanya
perang urat syaraf yang amat sengit.
Dan sekiranya yang beriman itu dari kalangan
penduduk Mekah yang rendah martabatnya dan yang miskin, atau dari golongan
budak belian, maka mereka didera dan disulutnya dengan api bernyala.
Maka keluarga Yasir termasuk dalam golongan yang
kedua ini . . . . Dan soal penyiksaan mereka, diserahkan kepada Bani Makhzum.
Setiap hari Yasir, Sumayyah dan ‘Ammar dibawa ke padang pasir Mekah yang
demikian panas, lalu didera dengan berbagai adzab dan siksa!
Penderitaan dan pengalaman Sumayyah dari siksaan
ini amat ngeri dan menakutkan, tetapi tidak akan kita paparkan panjang lebar
sekarang ini. Insya Allah pada kesempatan lain akan kita ceritakan pengurbanan
dan keteguhan hati yang ditunjukkan oleh Sumayyah bersama shahabat-shahabat
dan kawan-kawan seperjuangannya di hari-hari yang bersejarah itu….
Cukuplah kita sebutkan sekarang tanpa
berlebih-lebihan bahwa syahidah Sumayyah telah menunjukkan sikap dan pendirian
tangguh, yang dari awal hingga akhirnya telah membuktikan kepada kemanusiaan
suatu kemuliaan yang tak pernah hapus dan kehormatan yang pamornya tak pernah
luntur. Suatu sikap yang telah menjadikannya seorang bunda kandung bagi
orang-orang Mu’min di setiap zaman, dan bagi para budiman di sepanjang masa ….
Rasulullah saw. tidak lupa mengunjungi
tempat-tempat yang diketahuinya sebagai arena penyiksaan bagi keluarga Yasir.
Ketika itu tidak suatu apa pun yang dimilikinya untuk menolak bahaya dan
mempertahankan diri. Dan rupanya demikian itu sudah menjadi kehendak Allah … .
Maka Agama baru, yakni Agama Nabi Ibrahim yang
suci murni, suatu Agama yang hendak dikibarkan panji-panjinya oleh Muhammad
saw., bukanlah suatu gerakan perubahan secara vertikal dan horizontal, tetapi
merupakan suatu tata cara hidup bagi manusia beriman. Dan manusia beriman ini
haruslah memiliki dan mewarisi bersama Agama itu sejarah lengkap dengan
kepahlawanan, perjuangan dan pengurbanannya … .
Pengurbanan-pengurbanan mulia yang dahsyat ini tak
ubahnya dengan tumbal yang akan menjamin bagi Agama dan ‘aqidah keteguhan yang
takkan lapuk . . . .! Ia juga menjadi contoh teladan yang akan mengisi hati
orang-orang beriman dengan rasa simpati, kebanggaan dan kasih
sayang …. Ia adalah menara yang akan menjadi pedoman bagi generasi-generasi
mendatang untuk mencapai hakikat Agama, kebenaran dan kebesarannya….
Demikianlah, berlaku pula bagi Agama
Islam, qurban dan pengurbanan ini. Makna ini telah dijelaskan oleh al-Quran
kepada Kaum Muslimin bukan hanya pada satu atau dua ayat.
FIrman Allah swt.:
Apakah manusia mengira bahwa
mereka akan dibiarkan mengatakan: “Kami telah beriman”, padahal mereka belum
lagi diuji?
(Q.S. 29 al-’Ankabut:2)
(Q.S. 29 al-’Ankabut:2)
Apakah kalian mengira akan dapat
masuk surga, padahal belum lagi terbukti bagi Allah orang-orang yang berjuang
di antara kalian, begitu pun orang-orang yang ta bah ?
(Q.S. 3 Ali Imran: 142)
(Q.S. 3 Ali Imran: 142)
Sungguh, Kami telah menguji
orang-orang sebelum mereka, hingga terbuktilah bagi Allah orang-orang yang
benar dan terbukti pula orang-orang yang dusts.
(Q.S. 29 al-’Ankabut: 3)
(Q.S. 29 al-’Ankabut: 3)
Apakah kalian mengira akan
dibiarkan begitu saja, padahal belum lagi terbukti bagi Allah orang-orang yang
berjuang di antara kalian?
(Q.S. 9 Attaubat: 16)
(Q.S. 9 Attaubat: 16)
Allah tiada hendak membiarkan
orang-orang beriman dalam keadaan kalian sekarang ini, hingga dipisahkanNya
mana-mana yang jelek daripada yang baik.
(Q.S. 3 Ali Imran: 179)
(Q.S. 3 Ali Imran: 179)
Dan mushibah yang telah menimpa
kalian di saat berhadapannya dua pasukan, adalah dengan idzin Allah, yakni
agar terbukti baginya orang-orang yang beriman!”
(Q.S. 3 Ali Imran: 166)
(Q.S. 3 Ali Imran: 166)
Memang, demikianlah al-Quran mendidik putera dan
para pendukungnya bahwa pengurbanan merupakan essensi atau sari dari keimanan,
dan bahwa kepahlawanan menghadapi kekejaman dan kekerasan dihadapi dengan
kesabaran, keteguhan dan pantang mundur, hanyalah akan membentuk keutamaan iman
yang cemerlang dan medgagumkan ….
Oleh sebab itu di kala sedang meletakkan
dasarnya, memancangkan tiang-tiang dan mengemukakan model contohnya, hendaklah
Agama Allah ini memperkukuh diri dengan pengurbanan dan membersihkan
jiwa dengan pengurbanan harta , maka terpilihlah untuk kepentingan mulia ini
beberapa orang putera, para pemuka dan tokoh-tokoh utamanya untuk menjadi
ikutan sempurna dan teladan istimewa bagi orang-orang beriman yang menyusul
kemudian!
Maka Sumayyah …. Yassir . . . , dan ‘Ammar dari
golongan luar biasa yang beroleh barkah ini, adalah pilihan dari taqdir, yang
dengan pengurbanan, ketekunan dan keuletan mereka itu, dapat memateri kebesaran
dan keabadian Islam secara kuat dan kukuh ….
Telah kita katakan tadi bahwa Rasulullah saw.
tiap hari berkunjung ke tempat disiksanya keluarga Yasir, mengagumi ketabahan
dan kepahlawanannya . . . , sementara hatinya yang mulia bagaikan hancur karena
santun dan belas kasihan menyaksikan mereka menerima siksa yang tak
terderitakan lagi.
Pada suatu hari ketika Rasulullah saw.
mengunjungi mereka, ‘Ammar memanggilnya, katanya:
“Wahai Rasulullah, adzab yang kami derita telah
sampai ke puncak”.
Maka seru Rasulullah saw.:
“Shabarlah, wahai Abal Yaqdhan …. “Shabarlah, wahai keluarga Yasir ….
“Tempat yang dijanjikan bagi kalian ialah Surga …..
Siksaan yang dialami oleh ‘Ammar dilukiskan oleh kawan-wannya dalam beberapa
riwayat. Berkata ‘Amax bin Hakam:Maka seru Rasulullah saw.:
“Shabarlah, wahai Abal Yaqdhan …. “Shabarlah, wahai keluarga Yasir ….
“Tempat yang dijanjikan bagi kalian ialah Surga …..
‘Ammar itu disiksa sampai-sampai ia tak menyadari apa Yang diucapkannya”.
Berkata pula ‘Ammar bin Maimun:
“Orang-orang musyrik membakar ‘Ammar bin Yasir dengan api. Maka Rasulullah saw. lewat di tempatnya lalu memegang kepalanya dengan tangan beliau, sambil bersabda:
“Hai api, jadilah kamu sejuk dingin di tubuh ‘Ammar, sebagaimana dulu kamu juga sejuk dingin di tubuh Ibrahim … “
Bagaimanapun juga, semua bencana itu tidaklah
dapat menekan jiwa ‘Ammar, walau telah menekan punggung dan menguras tenaganya.
Ia baru merasa dirinya benar-benar celaka, ketika pada suatu hari tukang-tukang
cambuk dan para penderanya menghabiskan segala daya upaya dalam melampiaskan
kedhaliman dan kekejiannya . . . . , semenjak hukuman bakar dengan besi panas,
sampai disalib di atas pasir panas dengan ditindih batu laksana bara merah,
bahkan sampai ditenggelamkan ke dalam air hingga sesak nafasnya dan mengelupas
kulitnya yang penuh dengan luka.
Pada hari itu, ketika ia telah tak sadarkan diri
lagi karena siksaan yang demikian berat, orang-orang itu
mengatakan kepadanya: “Pujalah olehmu tuhan-tuhan kami!”, lalu diajarkan
mereka kepadanya kata-kata pujaan itu, sementara ia mengikutinya tanpa
menyadari apa yang diucapkannya.
Ketika ia siuman sebentar akibat dihentikannya
siksaan, ‘tiba-tiba ia sadar akan apa yang telah diucapkannya ….
maka hilanglah akalnya dan terbayanglah di ruang matanya betapa besar kesalahan
yang telah dilakukannya, suatu dosa besar Yang tak dapat ditebus dan diampuni
lagi . . . , hingga beberapa saat dirasakannya siksaan orang-orang musyrik
terhadap dirinya sebagai obat pembalur luka dan suatu keni’matan juga – - – -!
Dan seandainya ia dibiarkan dalam perasaan itu agak beberapa jam saja, tak
dapat tiada tentulah akan membawa ajalnya
Ammar dapat bertahan menanggungkan semua siksa
yang ditimpakan atas tubuhnya, ialah karena jiwanya sedang berada ada kondisi
puncak. Tetapi sekarang ini, demi disangkanya iwanya telah menyerah
kalah, maka dukacita dan sesal kecewa hampir saja menghabiskan tenaga dan
melenyapkan nyawanya Tetapi iradat Allah Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi telah
memutuskan agar peristiwa yang mengharukan itu mendapat titik
kesudahan yang amat luhur
Dan tangan wahyu yang penuh berkah itu pun
terulurlah menjabat tangan ‘Ammar, bila menyampaikan ucapan selamat kepadanya:
“Bangunlah hai pahlawan . . . .! Tak ada sesalan atasmu dan
tak ada cacat …. !
Ketika Rasulullah saw. menemui shahabatnya itu
didapatiya ia sedang menangis, maka disapunyalah tangisnya itu dengan tangan
beliau seraya sabdanya:
“Orang-orang kafir itu telah menyiksamu dan
menenggelamkanmu ke dalam air sampai kamu mengucapkan begini dan begitu …. ?
“Benar”, wahai Rasulullah “, ujar ‘Ammar
sambil meratap. Maka sabda Rasulullah sambil tersenyum: “Jika mereka memaksamu
lagi, tidak apa, ucapkanlah seperti apa yang kamu katakan tadi …. !”
Lalu dibacakan Rasullulah kepadanya ayat
mulia seperti ini:
Kecuali orang yang dipaksa, sedang hatinya tetap teguh dalam keimanan …. (Q.S. 16 an-Nahl: 106)
Kecuali orang yang dipaksa, sedang hatinya tetap teguh dalam keimanan …. (Q.S. 16 an-Nahl: 106)
Kembalilah ‘Ammar diliputi oleh ketenangan dan
dera yang menimpa tubuhnya bertubi-tubi tidak terasa sakit lagi, dan apa
juga yang akan terjadi, terjadilah dan ‘a tidak akan peduli. jiwanya
berbahagia, keimanannya di fihak yang menang! ucaapan yang dikeluarkan secara
terpaksa itu dijamin bebas oleh Al-Qur’an , maka apa lagi yang akan
dirisaukannya . . . ?
‘Ammar menghadapi cobaan dan siksaan itu dengan
ketabahan luar biasa, hingga pendera-penderanya merasa lelah dan menjadi lemah,
dan bertekuk lutut di hadapan tembok keimanan yang maka kukuh …. !
Setelah pindahnya Rasulullah saw. ke Medinah,
Kaum Muslimin tinggal bersama beliau bermukim di sana, secepatnya masyarakat
Islam terbentuk dan menyempurnakan barisannya.
Maka di tengah-tengah masyarakat Islam yang
beriman ini ‘Ammar pun mendapatkan kedudukan yang tinggi …. Rasulullah saw.
amat sayang kepadanya, dan beliau sering membanggakan keimanan dan ketaqwaan
‘Ammar kepada para shahabat.
Bersabda Rasulullah saw.:
“Diri ‘Ammar dipenuhi keimanan sampai ke tulang punggungnya …. ! “
“Diri ‘Ammar dipenuhi keimanan sampai ke tulang punggungnya …. ! “
Dan sewaktu terjadi selisih faham antara Khalid
bin Walid dengan ‘Ammar, Rasulullah saw. bersabda:
“Siapa yang memusuhi ‘Ammar, maka ia akan dimusuhi Allah, dan siapa yang membenci ‘Ammar, maka ia akan dibenci Allah!”
“Siapa yang memusuhi ‘Ammar, maka ia akan dimusuhi Allah, dan siapa yang membenci ‘Ammar, maka ia akan dibenci Allah!”
Maka tak ada pilihan bagi Khalid bin Walid
pahlawan Islam itu selain segera mendatangi ‘Ammar untuk mengakui kekhilafannya
dan meminta ma’af …. !
Suatu peristiwa terjadi pula ketika Rasulullah
saw. bersama para shahabat mendirikan mesjid di Madinah, yakni tiada lama
setelah kepindahannya ke sana. Imam Ali karamallahu wajhah menggubah sebuah
bait sya’ir yang didendangkan berulang-ulang diikuti oleh Kaum Muslimin yang
sedang bekerja itu, dan baitnya adalah sebagai berikut:
“Orang yang memakmurkan mesjid nilainya tidak
sama . bekerja sambil duduk di sini berdiri di sana … Sedang pemalas lari
menghindar tertidur di sana . . .
Kebetulan waktu itu ‘Ammar sedang bekerja di
salah satu sisi bangunan. la juga turut berdendang,
mengulang-ulangnya dengan nada tinggi …. Salah seorang kawan menyangka bahwa
‘Ammar bermaksud dengan nyanyian itu hendak menonjolkan
dirinya, hingga di antara mereka terjadi pertengkaran dan
keluar kata-kata yang menunjukkan kemarahan. Mendengar itu Rasulullah murka,
sabdanya:
“Apa maksud mereka terhadap ‘Ammar
Diserunya mereka ke Surga, tapi mereka hendak mengajaknya ke neraka …. !
Sungguh, ‘Ammar adalah biji mataku sendiri ….
Diserunya mereka ke Surga, tapi mereka hendak mengajaknya ke neraka …. !
Sungguh, ‘Ammar adalah biji mataku sendiri ….
Jika Rasulullah saw. telah menyatakan
kesayangannya terhadap seorang Muslim demikian rupa, pastilah
keimanan orang itu, kecintaan dan jasanya terhadap Islam,
kebesaran jiwa dan ketulusan hati serta keluhuran budinya
telah mencapai batas dan puncak kesempurnaan …. !
Demikian halnya ‘Ammar ….
Berkat ni’mat dan petunjuk-Nya,
Allah telah memberikan kepada ‘Ammar ganjaran setimpal, dan menilai takaran
kebaikannya secara penuh. Hingga disebabkan tingkatan petunjuk
dan keyakinan yang telah dicapainya, maka Rasulullah menyatakan kesucian
imannya dan mengangkat dirinya sebagai contoh teladan bagi
para shahabat, sabdanya:
“Contoh dan ikutilah setelah kematianku nanti
Abu Bakar dan Umar . . . , dan ambillah pula hiclayah yang dipakai ‘Ammar untuk
jadi bimbingan!”
Mengenai perawakannya, para ahli riwayat
melukiskannya sebagai berikut:
la adalah seorang yang bertubuh tinggi dengan bahunya yang bidang dan matanya yang biru …. seorang yang amat pendiam dan tak suka banyak bicara ….
la adalah seorang yang bertubuh tinggi dengan bahunya yang bidang dan matanya yang biru …. seorang yang amat pendiam dan tak suka banyak bicara ….
Nah, bagaimanakah kiranya garis kehidupan raksasa
pendiam yang bermata biru dan berdada lebar, serta tubuhnya penuh dengan
bekas-bekas siksaan kejam, dan di waktu yang bersamaan jiwanya telah ditempa
dengan ketabahan yang amat mengagumkan dan kebesaran yang luar biasa . . . ?
Bagaimanakah jalan kehidupan yang ditempuh oleh pengikut yang jujur dan Mu’min
yang tulus serta pejuang yang berani mati ini.
Sungguh telah diterjuninya bersama Rasulullah
sebagai gurunya semua perjuangan bersenjata, baik Badar, Uhud, Khandaq, Tabuk
. . . pendeknya semua tanpa kecuali …. Dan tatkala Rasulullah telah
mendahuluinya ke ar Rafiqul A’la, maka raksasa ini tidaklah berhenti, tetapi
melanjutkan perjuangannya terus menerus ….
Di kala Kaum Muslimin berhadap-hadapan dengan kaum Perri dan Romawi, begitu juga ketika menghadapi pasukan kaum murtad, ‘Ammar selalu berada di barisan pertama . . . , sebagai seorang prajurit yang gagah perkasa dengan tebasan pedangnya yang tak pernah meleset, ia sebagai seorang Mu’min yang shalih dan mulia tidak satu pun yang dapat menghalanginya dalam mencapai ridla Allah.
Di kala Kaum Muslimin berhadap-hadapan dengan kaum Perri dan Romawi, begitu juga ketika menghadapi pasukan kaum murtad, ‘Ammar selalu berada di barisan pertama . . . , sebagai seorang prajurit yang gagah perkasa dengan tebasan pedangnya yang tak pernah meleset, ia sebagai seorang Mu’min yang shalih dan mulia tidak satu pun yang dapat menghalanginya dalam mencapai ridla Allah.
Dan tatkala Amirul Mu’minin Umar memilih
calon-calon wali negeri secara cermat dan hati-hati bagi Kaum Muslimin, maka
matanya tetap tertuju dan tak hendak beralih dari ‘Ammar bin Yasir …. Ia segera
menemuinya dan mengangkatnya sebagai wali negeri Kufah dengan Ibnu Mas’ud
sebagai Bendaharanya. Dan kepada penduduknya Umar menulis sepucuk Surat berita
gembira dengan diangkatnya wali negeri baru itu, katanya:
“Saya kirim kepada tuan-tuan ‘Ammar bin Yasir
sebagai ‘Amir, dan Ibnu Mas’ud sebagai Bendahara dan Wazir … Kedua mereka
adalah orang-orang pilihan, dari golongan shahabat Muhammad saw, dan termasuk
pahlawan-pahlawan Badar. . . .!”
Dalam melaksanakan pemerintahan, ‘Ammar melakukan
suatu sistim yang rupanya tidak dapat diikuti oleh orang-orang yang rakus akan
dunia, hingga mereka mengadakan atau hampir mengadakan persekongkolan terhadap
dirinya …. Pangkat dan jabatannya itu tidak menambah kecuali keshalihan, zuhud
dan kerendahan hatinya. Salah seorang yang hidup semasa dengannya di Kufah,
yaitu Ibnu Abil Hudzail, bercerita:
“Saya lihat ‘Ammar bin Yasir sewaktu menjadi
‘Amir di Kufah, membeli sayuran di pasar lalu mengikatnya dengan tali dan
memikulnya di atas punggung, dan membawanya pulang . . . .”.
Dan salah seorang awam berkata kepadanya
sewaktu ia menjadi Amir di Kufah : “ hai orang yang telinganya terpotong!
“, menghinanya dengan telinga yang putus ketika menghadapi orang-orang murtad
di pertempuran Yamamah, tetapi jawaban Amir yang memegang tampuk kekuasaan itu
tidak lebih dari:
“Yang kamu cela itu adalah telingaku yang terbaik
…. Karena ia ditimpa kecelakaan waktu perang fi sabilillah…. “.
Memang telinganya putus dalam perang sabil di
Yamamah
. , yakni salah satu di antara hari-hari gemilang bagi ‘Ammar
. . . Raksasa ini maju bagaikan angin topan dan menyerbu ,barisan tentara Musailamatul Kadzab sehingga melumpuhkan kekuatan musuh ….
. , yakni salah satu di antara hari-hari gemilang bagi ‘Ammar
. . . Raksasa ini maju bagaikan angin topan dan menyerbu ,barisan tentara Musailamatul Kadzab sehingga melumpuhkan kekuatan musuh ….
Ketika dilihatnya gerakan Muslimin mengendor
segera dibangkitkannya semangat mereka dengan seruannya yang gemuruh, hingga
mereka kembali maju menerjang bagaikan anak panah yang lepas dari
busurnya ….
Abdullah bin Umar r.a. menceritakan peristiwa itu
sebagai berikut:
“Waktu perang Yamamah saya lihat ‘Ammar sedang berada di atas sebuah batu karang. Ia berdiri sambil berseru: “Hai Kaum Muslimin, apakah tuan-tuan hendak lari dari Surga … ?Inilah saya ‘Ammar bin, Yasir, kemarilah tuan tuan …. !”
“Waktu perang Yamamah saya lihat ‘Ammar sedang berada di atas sebuah batu karang. Ia berdiri sambil berseru: “Hai Kaum Muslimin, apakah tuan-tuan hendak lari dari Surga … ?Inilah saya ‘Ammar bin, Yasir, kemarilah tuan tuan …. !”
Ketika saya melihat dan memperhatikannya, kiranya
sebelah telinganya telah putus beruntai-untai, sedang ia berperang dengan amat
sengitnya . . .”
Wahai, barangsiapa yang masih meragukan kebesaran
Muhammad saw., seorang Rasul yang benar dan guru yang sempurna, baiklah ia
berdiri sejenak di hadapan contoh-contoh yang telah ditunjukkan oleh para
pengikut dan shahabatnya, lalu bertanya kepada dirinya: “Siapakah yang akan
mampu mengemukakan teladan dan contoh luhur ini kalau bukan seorang Rasul
mulia dan maka guru utama?”
Jika mereka menerjuni suatu perjuangan di jalan
Allah, pastilah mereka akan maju ke depan bagaikan orang yang hendak mencari
maut dan bukan merebut kemenangan …. !
Jika mereka para khalifah dan hakim-hakim
pengadilan, maka mereka takkan keberatan memerahkan susu untuk wanita janda tua
atau mengadon tepung roti untuk anak-anak yatim, sebagai dilakukan oleh Abu
Bakar dan Umar …. !
Dan jika mereka para pembesar, maka mereka takkan
malu dan merasa segan untuk memikul makanan yang dhkat dengan tali di atas
punggung mereka, seperti kita saksikan pada ‘Ammar; atau menyerahkan gaji yang
menjadi haknya lalu pergi menjalin daun kurma untuk kantong atau bakul sebagai
yang diperbuat olen Salman …. !
Wahai, marilah kita tekurkan kening dan tundukkan
kepala kita, sebagai ta’dhim dan penghormatan kepada Agama yang telah mengajari
mereka semua, dan kepada Rasulullah yang telah mendidik mereka …. dan sebelum
Agama serta Rasulullah itu, terutama kepada Allah yang Maha tinggi dan Maha
Agung, yang telah memilih mereka untuk semua ini, serta menjadikan mereka sebagai
pelopor dan sebaik-baik ummat yang pernah dilahirkan sebagai teladan bagi
seluruh manusia I
Ketika itu Hudzaifah ibnul Yaman seorang yang
ahli tentang bahasa rahasia dan bisikan ghaib, sedang berkemas-kemas menghadapi
panggilan Illahi atau menghadapi sekarat mautnya. Kawankawannya yang sedang
berkumpul sekelilingnya menanyakan kepadanya: “Siapakah yang harus kami ikuti
menurutmu, jika terjadi pertikaian di antara ummat … ?” Sambil mengucapkan
kata-katanya yang akhir, Hudzaifah menjawab:
“Ikutilah oleh kalian Ibnu Sumayyah, karena
sampai matinya ia tak hendak berpisah dengan kebenaran … . !”
Benar, ‘Ammar akan tetap mengikuti kebenaran itu
ke mana saja perginya . . . . Dan sekarang sementara kita menyelusuri jejak
langkahnya, dan menyelidiki peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupannya,
marilah kita pergi menghampiri suatu peristiwa besar ….!Hanya sebelum kita
memperhatikan kejadian yang mempesona dan amat mengharukan itu, baik tentang
keutamaan dan kesempurnaannya, tentang kemampuan dan keunggulannya, maupun
tentang kegigihan dan kesungguhannya.
Marilah kita perhatikan lebih dulu suatu
peristiwa lain yang terjadi sebelumnya, ialah ungkapan Rasulullah mengenai
peristiwa yang akan menimpa ‘Ammar di kemudian hari!
Hal itu terjadi tidak lama setelah menetapnya
Kaum Muslimin di Madinah. Dan Rasul al-Amin yang dibantu oleh shahabat-shahabatnya
yang budiman sibuk dalam membaktikan diri kepada Rabb mereka, membina rumah dan
mendirikan mesjid-Nya. Hati yang beriman dipenuhi kegembiraan dan sinar harapan
menyampaikan puji dan syukur kepada Allah …!
Semua bekerja dengan riang gembira . . . ,semua
mengangkat batu .Mengaduk pasir dengan kapur atau mendirikan tembok, sekelompok
di sini dan sekelompok lagi di sana, sedang cakrawala bahagia bergema
dipenuhi nyanyian mereka yang dikumandangkan dengan suara merdu dan
seronok:
“Andainya kita duduk-duduk berpangku tangan,
sedang Nabi sibuk bekerja tak pernah diam ….
Maka perbuatan kita adalah perbuatan sesat lagi
menyesatkan Pemikian
mereka bernyanyi dan berdendang. Lalu alunan suara mereka menyanyikan
lagu lainnya:
“Ya Allah, hidup bahagia adalah hidup di akhiratBerilah rahmat Kaum Anshar dan Kaum Muhajirat …. setelah itu terdengar pula lagu ketiga;
“Apakah akan sama nilainya ?
Orang yang bekerja membina masjid
Sibuk bekerja, baik berdiri maupun duduk
Dengan yang menyingkir berpangku tangan…….
Tak ubahnya mereka bagai anai-anai yang sedang
sibuk bekerja, bahkan mereka adalah balatentara Allah yang memanggul
bendera-Nya dan membina bangunan-Nya.
Sementara Rasulullah yang budiman lagi terpercaya
tak hendak terpisah dari mereka, mengangkat batu yang paling berat dan
melakukan pekerjaan yang paling sukar . . . . dan alunan suara mereka yang
sedang berdendang melukiskan kegembiraan yang tulus dan hati yang pasrah . . .
, sedang langit tempat mereka bernaung berbangga diri terhadap bumi tempat
mereka berpijak . . . , pendeknya kehidupan yang penuh gairah sedang
menyelenggarakan pesta pora yang paling meriah.
Maka di tengah-tengah khalayak ramai yang sedang
hilir mudik itu, kelihatanlah ‘Ammar bin Yasir sedang mengangkat batu besar
dari tempat pengambilannya ke perletakannya.
Tiba-tiba “rahmat kurnia Allah” yakni Muhammad
Rasulullah melihatnya, dan rasa santun belas kasihan telah membawa beliau
mendekatinya, dan setelah berhampiran maka tangan beliau yang penuh barkah itu
mengipaskan debu yang menutupi kepala ‘Ammar lalu dengan pandangan yang
dipenuhi nur Ilahi diamat-amati wajah yang beriman diliputi ketenangan itu,
kemudian bersabda di hadapan semua shahabatnya:
“Aduhai Ibnu Sumayyah, ia dibunuh oleh
golongan pendurhaka …. . 1),
Ramalan ini diulangi oleh Rasulullah sekali lagi
. . . , kebetulan bertepatan dengan ambruknya dinding di atas tempat ‘Ammar
bekerja, hingga sebagian kawannya menyangka bahwa ia tewas yang menyebabkan
Rasulullah meratapi kematiannya itu. Para shahabat sama terkejut dan menjadi
ribut karenanya, tetapi dengan nada menenangkan dan penuh kepastian, Rasul “Tidak,
‘Ammar tidak apa-apa, hanya nanti ia akan dibunuh oleh golongan pendurhaka
Maka wahai, siapakah kiranya yang dimaksud dengan
golonggan tersebut ….
Dan bilakah Berta di manakah terjadinya peristiwa itu…….
Dan bilakah Berta di manakah terjadinya peristiwa itu…….
‘Ammar mendengarkan ramalan itu dan meyakini
kebenaran pandangan tembus yang disingkapkan oleh Rasul yang utama. Tetapi ia
tidak merasa gentar, karena semenjak menganut Islam ia telah dicalonkan untuk
menghadapi maut dan mati syahid di setiap detik baik siang
maupun malam
Dan hari-hari pun
berlalu
tahun demi tahun silih berganti. Rasulullah saw. telah kembali ke tempat
tertinggi disusul oleh Abu Bakar ke tempat ridla Ilahi …. lalu berangkat pula
Umar pergi mengiringi …. Setelah itu khilafat dipegang oleh Dzun
Nurain Utsman bin ‘Affan ….
Sementara itu musuh-musuh Islam yang bergerak di
bawah tanah, berusaha menebus kekalahannya di medan tempur dengan jalan
menyebarluaskan fitnah ….
Terbunuhnya Umar merupakan hasil pertama yang
dicapai oleh atau subversi ini, yang gerakannya merembes ke Madinah tak ubahnya
bagai angin panas, dan bergerak dari negeri yang kerajaan dan singgasananya
telah dibebaskan oleh ummat islam
Berhasillah usaha mereka terhadap umar
membangkitkan minat dan semangat mereka untuk melanjutkan, mereka sebarkan
fitnah dan menyalakan apinya ke sebagian besar negeri-negeri islam. Dan
mungkin Ustman r.a tidak memperhatikan perhatian khusus terhadap masalah
ini hingga terjadi pula yang menyebabkan syahidnya ustman dan terbukanya pintu
fitnah yang melanda kaum muslimin . . .
Mu’awiyah bangkit hendak merebut jabatan khalifah
dari tangan khalifah Ali karamallahu wajhah yang baru diangkat dan dibai’at.
Dan pendirian shahabat pun bermacam-macam, ada yang menghindar dan mengunci
diri di rumahnya, dengan mengambil ucapan Ibnu Umar sebagai semboyannya:
“Siapa yang menyerukan marilah shalat, saya
penuhi …. Dan siapa yang mengatakan: marilah mencapai bahagia,
saya turuti . . . .
Tetapi yang mengatakan: marilah bunuh saudaramu
yang Muslimin dan marilah rampas harta bendanya, maka saya jawab: tidak. . .!”
Di antara mereka ada yang berpihak kepada
Mu’awiyah. Dan ada pula yang berdiri mendampingi Ali,
membai’at dan pengangkatannya sebagai khalifah Kaum Muslimin ….
Dan tahukah anda di pihak mana ‘Ammar berdiri
waktu itu? pihak siapakah berdirinya laki-laki yang mengenai dirinya Rasulullah
saw. pernah bersabda:
“Dan ambillah olehmu petunjuk yang dipakai oleh ‘Ammar sebagai bimbingan . . . !”
bagaimanakah pendirian orang yang mengenai dirinya Rasulullah saw. pernah
pula bersabda:“Dan ambillah olehmu petunjuk yang dipakai oleh ‘Ammar sebagai bimbingan . . . !”
“Barangsiapa yang memusuhi ‘Ammar, maka ia akan dimusuhi oleh Allah . . . !”
orang yang bila suaranya kedengaran mendekat ke
rumah Rasulullah, maka beliau segera menyambut dengan sabdanya: “Selamat datang
bagi orang baik dan diterima baik . . . , idzinkanlah ia masuk . . . !”
la berdiri di samping Ali bin
Abi Thalib, bukan karena fanatik atau berpihak, tetapi karena tunduk kepada
kebenaran teguh memegang janji! Ali adalah Khalifah Kaum Muslimin, berhak
menerima bai’at sebagai pemimpin ummat. Dan khilafat itu diterimanya, karena
memang ia berhak untuk itu dan layak untuk menjabatnya …. Baik sebelum maupun
sesudah ini, Ali memiliki keutamaantamaan yang menjadikan kedudukannya di
samping Rasul tak ubah bagai kedudukan Harun di samping Musa …. Dengan cahaya
pandangan ruhani dan ketulusannya, ‘Ammar selalu mengikuti kebenaran ke mana
juga perginya, dapat mengetahui pemilik hak satu-satunya dalam perselisihan
ini. Dan menurut keyakinannya, tak seorang pun berhak atas hal ini dewasa itu
selain Imam Ali, oleh sebab itulah ia berdiri di sampingnya ….
Dan Ali r.a. sendiri merasa gembira atas sokongan
yang diberikannya itu, inungkin tak ada kegembiraan yang lebih besar daripada
itu, hingga keyakinannya bahwa ia berada di pihak Yang benar kian bertambah,
yakni selama tokoh utama pencinta kebenaran ‘Ammar datang kepadanya dan berdiri
di sisinya ….
Kemudian datanglah saat perang Shiffin yang
mengerikan itu. Imam Ali menghadapi pekerjaan penting ini sebagai tugas
memadamkan pembangkangan dan pemberontakan. Dan ‘Ammar ikut bersamanya. Waktu
itu usianya telah 93 tahun ….
Apa dalam usia 93 tahun ia masih pergi ke medan juangBenar . . . , selama menurut keyakinannya peperangan itu menjadi tugas kewajibannya, Bahkan ia melakukannya lebih semangat dan dahsyat dari yang dilakukan oleh orang-orang muda berusia 30 tahun ….
Tokoh yang pendiam dan jarang bicara ini hampir saja tidak menggerakkan kedua bibirnya, kecuali mengucapkan kata-kata mohon perlindungan berikut:
“Aku berlindung kepada Allah dari fitnah …. Aku berlindung kepada Allah dari fitnah . . . .”.
Tak lama setelah Rasulullah wafat, kata-kata ini
merupakan do’a yang tak putus lekang dari bibirnya. Dan setiap hari berlalu
setiap itu pula ia memperbanyak do’a dan mohon perlindungannya itu . . . ,
seolah-olah hatinya yang suci merasakan bahaya mengancam yang semakin dekat dan
menghampiri juga.
Dan tatkala bahaya itu tiba dan fitnah
merajalela, Ibnu Sumayyah telah mengerti di mana ia harus berdiri. Maka di hari
perang Shiffin walaupun sebagai telah kita katakan usianya telah 93 tahun, ia
bangkit menghunus pedangnya, demi membela kebenaran yang menurut keimanannya
harus dipertahankan.
Pandangan terhadap pertempuran ini telah
dima’lumkannya dalam kata-kata sebagai berikut:
“Hai ummat manusia!
Marilah kita berangkat menuju gerombolan yang mengakung-aku hendak menuntutkan bela Utsman!
Marilah kita berangkat menuju gerombolan yang mengakung-aku hendak menuntutkan bela Utsman!
Demi Allah! Maksud mereka bukanlah hendak
menuntutkan belanya itu, tetapi sebenarnya mereka telah merasakan manisnya
dunia dan telah ketagihan terhadapnya, dan mereka mengetahui bahwa kebenaran
itu menjadi penghalang bagi pelampiasan nafsu serakah mereka. Mereka bukan yang
berlomba dan tidak termasuk barisan pendahulu memeluk Agama Islam. Argumentasi
apa sehingga mereka merasa berhak untuk ditaati oleh Kaum Muslimin dan diangkat
sebagai pemimpin, dan tidak pula dijumpai dalam hati mereka perasaan takut
kepada Allah, yang akan mendorong mereka untuk mengikuti kebenaran . . . !
Mereka telah menipu orang banyak dengan mengakui
hendak menuntutkan bela kematian Utsman, padahal tujuan mereka Yang
sesungguhnya ialah hendak menjadi raja dan penguasa adikara …. ! “
Kemudian diambilnya bendera dengan tangannya,
lalu dikibarkannya tinggi-tinggi di atas kepada sambil berseru:
“Demi Dzat yang menguasai nyawaku…Saya telah bertempur dengan mengibarkan bendera ini bersama Rasulullah saw., dan inilah aku siap berperang pula dengan mengibarkannya sekarang ini …!
“Demi Dzat yang menguasai nyawaku…Saya telah bertempur dengan mengibarkan bendera ini bersama Rasulullah saw., dan inilah aku siap berperang pula dengan mengibarkannya sekarang ini …!
Demi nyawa saya berada dalam tangan-Nya …
Seandainya mereka menggempur dan menyerbu hingga berhasil mencapai kubu
pertahanan kita, saya tahu pasti bahwa kita berada di pihak yang haq, dan bahwa
mereka di pihak Yang bathil …. ! “
Orang-orang mengikuti ‘Ammar, mereka percaya
kebenaran ucapannya.
Berkatalah Abu Abdirrahman Sullami: “Kami ikut
serta dengan Ali r.a. di pertempuran Shiffin, maka saya lihat ‘Ammar bin Yasir
r.a. setiap ia menyerbu ke sesuatu jurusan, atau turun ke sesuatu lembah, para
shahabat Rasulullah pun mengikutinya, tak ubahnya ia bagai panji-panji bagi
mereka …. ! “
Dan mengenai ‘Ammar sendiri, sementara ia
menerjang dan menyusup ke medan juang, ia yakin akan menjadi salah seorang
syuhadanya . . . . Ramalan Rasulullah saw. terang terpampang di ruang matanya
dengan huruf-huruf besar:
“Ammar akan dibunuh oleh golongan pendurhaka
… !
.
Oleh sebab itu suaranya bergema di serata arena dengan senandung ini:
“Hari ini daku akan berjumpa dengan para kekasih tercinta
…. Muhammad dan para shahabatnya…….. !”
.
Oleh sebab itu suaranya bergema di serata arena dengan senandung ini:
“Hari ini daku akan berjumpa dengan para kekasih tercinta
…. Muhammad dan para shahabatnya…….. !”
Kemudian bagai sebuah peluru dahsyat ia menyerbu
ke arah Mu’awiyah dan orang-orang sekelilingnya dari golongan Bani Umayyah,
lalu melepaskan seruannya yang nyaring yang menggetarkan:
“Dulu kami hantam kalian di saat diturunkannya.Kini kami hantam lagi kalian karena menyelewengkannya
Tebasan maut menghentikan niat jahat
Dan memisahkan kawanan pengkhianat
Atau al-Haq berjalan kembali pada relnya”.
Maksudnya dengan sya’irnya itu, bahwa para
shahabat yang terdahulu dan ‘Ammar termasuk salah seorang di antara mereka.
Dulu telah memerangi golongan Bani Umayyah yang dikepalai oleh Abu Sufyan ayah
Muawiyah pemanggul panji‑
panji syirik dan pemimpin tentara musyrikin …… Mereka perangi orang-orang itu karena secara terus terang al-Quran menitahkannya disebabkan mereka adalah orang-orang musyrik.
panji syirik dan pemimpin tentara musyrikin …… Mereka perangi orang-orang itu karena secara terus terang al-Quran menitahkannya disebabkan mereka adalah orang-orang musyrik.
Dan sekarang di bawah pimpinan Muawiyah, walaupun
mereka telah menganut Islam dan meskipun al-Quranul Karim tidak menitahkan
secara tegas memerangi mereka, tetapi menurut ijtihad ‘Ammar dalam
penyelidikannya mengenai kebenaran dan pengertiannya terhadap maksud dan tujuan
al-Quran , meyakinkan dirinya akan keharusan memerangi mereka, sampai barang
yang dirampas itu kembali kepada pemiliknya, serta api fitnah dan pemberontakan
itu dapat dipadamkan untuk selama-lamanya ….
Juga maksudnya, bahwa dulu mereka memerangi
orang-orang Bani Umayyah karena mereka kafir kepada Agama dan kafir ‘kepada
al-Quran …. Dan sekarang mereka menggempur orang-orang itu karena mereka
menyelewengkan Agama dan menyimpang dari ajaran al-Quranul Karim serta
mengacaukan ta’wil dan salah menafsirkannya, dan mencoba hendak menyesuaikan
tujuan ayaat-ayatnya dengan kemauan dan keinginan mereka pribadi
Maka tokoh tua yang berusia 93 tahun ini
menerjuni akhir perjuangan hidupnya yang menonjol dengan gagah berani. Dan
‘sebelum ia berangkat ke rafiqul ‘la, ia tanamkan pendidikan terakhir tentang
keteguhan hati membela kebenaran, dan ditinggalkannya sebagai contoh teladan
perjuangannya yang besar dan mulia lagi berkesan dan mendalam ….
Orang-orang dari pihak Mu’awiyah mencoba sekuat
daya ntuk menghindari ‘Ammar, agar pedang mereka tidak menyebabkan kematiannya
hingga ternyata bagi manusia bahwa merekalah golongan pendurhaka ……
Tetapi keperwiraan ‘Ammar yang berjuang
seolah-olah ia satu pasukan tentara juga, menghilangkan pertimbangan dan akal
sehat mereka. Maka sebagian dari anak buah Mu’awiyah mengintai-ngintai
kesempatan untuk menewaskannya, hingga telah kesempatan itu terbuka mereka
laksanakanlah dan wallah ‘Ammar di tangan tentara Mu’awiyah………..
Sebagian besar dari tentara Mu’awiyah terdiri
dari orangrang yang baru saja masuk Agama Islam, yakni orang-orang yang
menganutnya tidak lama setelah bertalu-talunya genderang menangan terhadap kebanyakan
negeri yang dibebaskan islam, baik dari kekuasaan Romawi maupun dari penjajahan
Persi.
Maka mereka inilah sebenarnya yang menjadi biang
keladi dan menyalakan api perang saudara yang dimulai oleh pembangkangan
Mu’awiyah dan penolakannya untuk mengakui Ali sebagai Khalifah dan Imam …Jadi
mereka inilah yang bagaikan kayu bakar menyalakan apinya hingga jadi besar dan
menggejolak.
Dan bagaimana juga gawatnya pertikaian ini,
sedianya akan dapat diselesaikan dengan jalan damai andainya masih terpegang
dalam tangan Muslimin pertama. Tetapi demi bentuknya jadi meruncing, ia jatuh
ke dalam tokoh-tokoh kotor yang tidak peduli akan nasib Islam hingga api kian
menyala dan tambah berkobar ….
Berita tewasnya ‘Ammar segera tersebar dan
ramalan Rasulullah saw. yang didengar oleh semua shahabatnya sewaktu mereka
sedang membina masjid di Madinah di masa yang telah jauh sebelumnya, berpindah
dari mulut-ke mulut:
“Aduhai Ibnu Sumayyah ….ia dibunuh oleh golongan pendurhaka!”
Maka sekarang tahulah orang-orang siapa kiranya golongan pendurhaka itu . . . , yaitu golongan yang membunuh ‘Ammar …. yang tidak lain dari pihak Mu’awiyah …. !
Dabat di atas jasadnya, maka ruhnya yang mulia
telah bersemayam lena di tempat bahengan kenyataan ini semangat dan kepercayaan
pengikut-pengikut Ali kian bertambah. Sementara di pihak Mu’awiyah, keraguan
mulai menyusup ke dalam hati mereka, bahkan sebagian telah bersedia-sedia
hendak memisahkan diri dan bergabung ke pihak Ali ….
Mengenai Mu’awiyah, demi mendengar peristiwa yang
telah terjadi ia segera keluar mendapatkan orang banyak dan menyatakan kepada
mereka bahwa ramalan itu benar adanya, dan Rasulullah benar-benar telah
meramalkan bahwa ‘Ammar akan dibunuh oleh golongan pemberontak . . . . Tetapi
siapakah yang telah membunuhnya itu . . . . ? Kepada orang-orang sekeliling
diserukannya: “Yang telah membunuh ‘Ammar ialah orang-orang yang keluar bersama
dari rumahnya dan membawanya pergi berperang …. !
Maka tertipulah dengan ta’wil yang dicari-cari
ini orang-orang yang memendam maksud tertentu dalam hatinya, sementara
pertempuran kembali berkobar sampai saat yang telah ditentukan ….
Adapun ‘Ammar, ia dipangku oleh Imam Ali ke
tempat,Ia menshalatkannya bersama Kaum Muslimin, lalu dimakamkan dengan
pakaiannya! Benar, dengan pakaian yang dilumuri oleh darahnya yang bersih suci!
Karena tidak satu pun dari sutera atau beludru dunia yang
layak untuk menjadi kain kafan bagi seorang syahid mulia, seorang suci utama
dari tingkatan Ammarr
Dan Kaum Muslimin pun berdiri keheran-heranan di
kuburnya …Semenjak beberapa saat yang lalu ‘Ammar berdendang di depan mereka
di atas arena perjuangan . .. , hatinya penuh dengan kegembiraan, tak ubah
bagai seorang perantau yang merindukan kampung halaman tiba-tiba dibawa pulang,
dan terlompatlah dari mulutnya seruan:
“Hari ini aku akan berjumpa dengan para kekasih tercinta. . . .Dengan Muhammad saw. dan para shahabatnya………….
Apakah ia telah mengetahui hari yang mereka
janjikan akan bertemu dan waktu yang sangat ia tunggu-tunggu
Para shahabat saling jumpa-menjumpai dan bertanya: “Apakah anda masih ingat
waktu sore hari itu di Madinah, ketika kita sedang duduk-duduk bersama
Rasulullah saw. . . . , dan tiba-tiba wajahnya berseri-seri lalu sabdanya:
“Surga telah merindukan ‘Ammar.. . . “.”Benar”, ujar yang lain. “dan waktu itu juga disebutnya nama nama lain , di antaranya ‘Ali, Salman dan Bilal .
Nah, bila demikian halnya, maka surga benar-benar
telah merindukan ‘Ammar … ‘
Dan jika demikian, maka telah lama surga merindukannya, sedang kerinduannya
tertangguh, menunggu ‘Ammar menyelesaikan kewajiban dan memenuhi tanggung
jawabnya . . . . Dan tugas itu telah dilaksanakannya dan dipenuhinya dengan
hati gembira.
Maka sekarang ini, tidakkah sudah selayaknya ia
memenuhi panggilan rindu yang datang menghimbau dari haribaan surga
Memang, datanglah saatnya ia mengabulkan
panggilan itu, karena tak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula
…Demikianlah dilemparkannya tombaknya, dan setelah itu ia pergi berlalu ….
Dan ketika tanah pusaranya didatarkan oleh para
shahabat di atas jasadnya, maka ruhnya yang mulia telah bersemayam lena di
tempat bahagia …. nun di sana dalam surga yang kekal abadi, yang telah lama
rindu menanti ….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar