RAJAWALI PERTEMPURAN YAMAMAH
Pada suatu hari Nabi saw. duduk dikelilingi sejumlah
orang-orang Islam. Selagi pembicaraan berlangsung, tiba-tiba Rasulullah
terdiam sejenak, kemudian beliau menghadapkan bicaranya kepada semua yang ada
di sekelilingnya dengan ucapan:
“Sesungguhnya di antara kalian ada seorang
laki-laki, gerahamnya di dalam neraka, lebih besar dari gunung Uhud. . . !”
Semua yang hadir dalam majlis beserta Rasulullah
saw. ini senantiasa, diliputi ketakutan dan kecemasan akan timbulnya fitnah
dalam Agama kelak . . . . Masing-masing mereka merasa kecut dan takut, kalau-kalau
ia lah yang akan menerima nasib yang paling jelek dan kesudahan yang terkutuk
itu . . . ! Tetapi mereka semua, yang mendengar pembicaraan waktu itu,
kehidupannya telah berakhir dengan kebaikan, mereka telah menemui ajal mereka
sebagai syuhada di jalan Allah. Yang tinggal masih hidup hanyalah Abu Hurairah
dan Rajjal bin ‘Unfuwah.
Setelah gugur sebagai syuhada para shahabat
tersebut di atas, Abu Hurairah merasa seluruh persendiannya gemetar dan hatinya
diliputi ketakutan, kalau-kalau ramalan Nabi itu menimpa dirinya. Matanya tak
mau terpejam ditidurkan, dan belum tenang rasa cemasnya, sampai taqdir
menyingkapkan tabir orang yang bernasib celaka itu . . . . Orang yang bernama
Rajjal itu
murtad dari Islam dan ia bergabung dengan
Musailamah al-Kaddzab, malah mengakui kenabian palsunya.
Ketika itu ternyatalah apa yang diramalkan Rasul
dengan nubuatnya mengenai nasib jelek dan kesudahan yang celaka itu …. Rajjal
bin ‘Unfuwah ini pergi di suatu hari kepada Rasul saw. berbai’at dan masuk
Islam. Sesudah ia menganut Islam itu kembalilah ia kepada kaumnya .. .. Ia tak
pernah datang lagi ke Madinah, kecuali sesudah Rasul wafat dan terpilihnya Abu
Bakar ash-Shiddiq jadi Khalifah Kaum Muslimin. Kepada Abu Bakar telah
disampaikan orang berita tentang keadaan penduduk Yamamah dan bergabungnya
mereka dengan Musailamah. Rajjal mengusulkan kepada ash-Shiddiq agar ia
sendiri diutus kepada mereka untuk mengembalikan mereka kepada Islam. Usul itu
diterima oleh Khalifah ….
Maka berangkatlah Rajjal ke negeri Yamamah .
Sewaktu ia menyaksikan jumlah mereka sangat banyak serta menakutkan dan
disangkanya bahwa orang-orang itu pasti menang.
Maka jiwa khianatnya membisikkan agar mulai hari
itu, ia menyeberang saja ke pihak gerombolan “Al-Kaddzab” si pembohong itu yang
disangkanya akan jaya dan menang, lalu ditinggalkannya Islam, dan bergabung ke
dalam barisan Musailamah yang bermurah hati kepadanya dengan mengobral janji-janji.
Bahaya Rajjal terhadap Islam lebih
mengkhawatirkan dari bahaya Musailamah sendiri. Sebabnya karena ia dapat menyalahgunakan
keislamannya yang lalu, dan masa-masa hidupnya bersama Rasul di Madinah, serta
hafalnya akan ayat-ayat Quran yang tidak sedikit, begitupun dikirimnya ia
sebagai utusan oleh Abu Bakar, Khalifah Kaum Muslimin. Semua itu disalahgunakannya
secara keji untuk memperkuat kekuasaan Musailamah dan mengukuhkan kenabian
palsunya.
Dengan sungguh-sungguh ia pergi menyebarluaskan
kepada orang banyak, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw. berkata yang
maksudnya: Bahwa beliau menjadikan Musailamah bin Habib sebagai serikatnya
dalam perkara itu …. Sekarang, karena Rasul telah wafat, maka orang yang paling
berhaq membawa bendera kenabian dan wahyu sesudahnya ialah Musailamah … !!
Jumlah orang-orang yang bergabung kepada
Musailamah semakin bertambah banyak, disebabkan kebohongan-kebohongan Rajjal
ini, dan karena penyalahgunaan keislaman dan hubungannya dengan Rasulullah di
masa. silam
Berita kebohongan Rajjal ini sampai ke Madinah.
Kemarahan orang-orang Islam menjadi berkobar karena tindakan si murtad ini,
yang akan menyesatkan manusia sampai sebegitu jauh, dan yang dengan kesesatan
itu akan memperluas daerah peperangan, yang mau tak mau harus diterjuni Kaum
Muslimin.
Maka orang Islam yang paling murka dan terbakar
kemarahannya untuk menjumpai Rajjal, ialah seorang shahabat yang mulia, yang
cemerlang namanya dalam buku-buku riwayat dan sejarah dengan nama tersayang
Zaid ibnul Khatthab … !
Pasti anda pernah mendengarnya …
Ia adalah saudara dari Umar ibnul Khatthab ….
Benar … saudaranya yang lebih tua … dan lebih dahulu …
Ia lebih tua dari Umar, tentu ia lebih dahulu lahirnya …
Dan ia lebih dulu masuk Islam . . . sebagaimana ia lebih dahulu pula syahid di jalan Allah …
Pasti anda pernah mendengarnya …
Ia adalah saudara dari Umar ibnul Khatthab ….
Benar … saudaranya yang lebih tua … dan lebih dahulu …
Ia lebih tua dari Umar, tentu ia lebih dahulu lahirnya …
Dan ia lebih dulu masuk Islam . . . sebagaimana ia lebih dahulu pula syahid di jalan Allah …
Zaid adalah seorang pahlawan yang kenamaan …. Ia
bekerja secara diam-diam. Kediamannya itu memancarkan permata kepahlawanannya.
Keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada
Agamanya, merupakan keimanan yang teguh. Ia tidak pernah ketinggalan dari
Rasulullah saw. dalam setiap kejadian penting maupun peperangan. Di setiap
pertempuran niatnya telah dipatrikan menang atau syahid … !
Di saat perang Uhud, sewaktu pertempuran sedang
menjadi-jadi antara orang-orang musyrik dan orang-orang Mu’min, Zaid bin
Khatthab menebas dan memukul …. Ia terlihat oleh adiknya Umar bin Khatthab
sewaktu baju besinya terlepas ke bawah,
hingga ia berada dalam kedudukan yang mudah
dijangkau musuh, maka seru Umar: “Hai Zaid, ambit lekas baju besiku, pakailah
untuk berperang . .. !” Dijawab oleh Zaid: “Aku juga menginginkan syahid,
sebagaimana yang kau inginkan hai Umar!” Dan ia terus bertempur tanpa baju besi
secara mati-matian dan dengan keberanian yang luar biasa.
Telah kita katakan bahwa Zaid r.a., dengan
semangat berkobar-kobar ingin sekali mendapatkan Rajjal, dengan maksud untuk
menghabisi nyawanya yang keji itu dengan tangannya sendiri . . . . Menurut
pandangan Zaid, bukan saja ia seorang yang murtad, bahkan lebih dari itu, ia
juga seorang pembohong, munafik dan pemecah-belah. Ia murtad bukanlah karena
dibawa oleh kesadarannya, tetapi karena mengharapkan keuntungan dengan
kemunafikan dan kebohongan terkutuk. Dan Zaid dalam kebenciannya pada
kemunafikan dan kebohongan serupa benar dengan saudaranya Umar … !
Tak ada yang lebih membangkitkan kejijikan dan
mengobarkan kemarahannya seperti kemunafikan dan kebohongan dengan tujuan hina
dan maksud yang rendah ini!
Untuk kepentingan tujuan-tujuan yang rendah
itulah, Rajjal memainkan peranan berbuat dosa, menyebabkan bertambahnya jumlah
golongan yang bergabung dengan Musailamah secara menyolok. Dan dengan ini
sebenarnya ia menyeret sebagian besar orang-orang kepada kematian dan
kebinasaan dengan menemui ajal mereka di medan perang murtad kelak . . . .
pertama disesatkannya mereka, kemudian dibinasakannya … ! Dan untuk tujuan apa
? Untuk tujuan ambisi dan ketamakan tercela yang telah mempengaruhi dirinya dan
dibangkitkan oleh hawa nafsunya.
Maka Zaid mempersiapkan dirinya untuk
menyempurnakan keimanannya dengan menumpas bahaya fitnah ini, bukan hanya
terhadap pribadi Musailamah, malah lebih-lebih lagi terhadap seorang yang lebih
berbahaya daripadanya dan lebih berat dosanya, yaitu Rajjal bin ‘Unfuwah
Saat pertempuran Yamamah bermula dengan keadaan
seram dan amat mengkhawatirkan. Khalid bin Walid menghimpun balatentara Islam,
lalu dibagi-baginya tugas untuk menempati beberapa kedudukan dan diserahkannya
panji-panji kepada seseorang …. Siapakah dia … ? Tiada lain dari Zaid bin Khatthab…
!
Banff Hanifah, pengikut Musailamah berperang
dengan berani dan mati-matian . . . . Pada mulanya neraca pertempuran berat
kepada fihak musuh, dan telah banyak di antara Kaum Muslimin yang gugur menemui
syahid. Zaid melihat gejala turunnya , mental dan gairah tempur merasuki hati
sebagian Kaum Muslimin. Ia lalu mendaki sebuah tempat yang ketinggian dan berseru
kepada Leman-temannya:
“Wahai saudara-saudaraku tabahkanlah hati kalian,
gempur musuh, serang mereka habis-habisan . . . ! Demi Allah, aku tidak akan
bicara lagi sebelum mereka dibinasakan Allah atau aku menemui-Nya swt. dan
menyampaikan alasan-alasanku kepada hadlirat-Nya . . . !”
Kemudian ia turun dari tempat yang ketinggian
itu dengan menggertakkan gerahamnya, sambil mengatupkan kedua bibirnya
tanpa menggerakkan lidahnya untuk mengucapkan sepatah bisikan pun ….
Ia memusatkan serangannya ke arah Rajjal.
Diterobosnya barisan-barisan seperti panah lepas dari busurnya, terus mencari
Rajjal sampai kelihatan olehnya bayangan orang buruannya itu. Sekarang ia maju
lagi menerjang ke kiri dan ke kanan. Dan setiap bayangan orang buruannya itu
ditelan gelombang manusia yang bertempur, Zaid berusaha mengejar dan
mendekatinya lalu menghantamkan pedangnya. Tetapi gelombang manusia yang sangat
hebat, menelan Rajjal sekali lagi, diikuti terus oleh Zaid yang menyusup di
belakangnya agar manusia bedebah itu tidak luput dari tangannya . . . . Dan
akhirnya ia dapat memegang batang lehernya dan menebaskan pedangnya ke kepalanya
yang penuh dengan kepalsuan dan kebohongan serta pengkhianatan itu ….
Dengan tewasnya si pembuat kebohongan ini,
mulailah berjatuhan pula tokoh-tokoh yang lain. Comas dan takut menjalari
Musailamah sendiri, begitupun Muhkam bin Thufail serta seluruh balatentara
Musailamah! Terbunuhnya Rajjal telah tersebar luas di kalangan mereka tak ubah
bagai api yang berkobar ditiup angin kencang.
Sebenarnya Musailamah telah memberikan
janji-janji yang muluk-muluk dengan kemenangan mutlak kepada para pengikutnya,
dan bahwa ia bersama Rajjal bin ‘Unfuwah dan Muhkam bin Thufail setelah
kemenangan itu, akan membawa mereka ke masa depan gemilang dengan menebarkan
agama dan membina kerajaan mereka … !
Demikianlah Zaid ibnul Khatthab telah menyebabkan
kehancuran,mutlak dalam barisan Musailamah ….
Adapun orang-orang Islam sendiri demi berita
tewasnya Rajjal dan kawan-kawannya tersebar di antara mereka, maka tekad dan
semangat mereka membesar seperti gunung, bahkan korban-korban yang luka bangkit
lagi dengan pedangnya tanpa memperdulikan luka mereka.
Bahkan mereka yang telah berada di bibir maut
yang tak ada tanda-tanda hidup lagi kecuali sisa gerak dan isyarat mata,
sewaktu berita gembira itu sampai ke telinga mereka, merasakannya seperti
mimpi dan hiburan yang indah. Seandainya dapat, mereka ingin kembali hidup
untuk bertempur lagi dengan menyaksikan kemenangan yang mengagumkan di akhir ke
sudahannya ….
Tetapi apalah gunanya untuk mereka yang demikian,
sebab semua pintu surga telah terbuka lebar untuk menerima mereka, dan
sesungguhnya mereka sekarang sedang menantikan nama-nama mereka dipanggil ….
Zaid ibnul Khatthab mengangkat kedua tangannya ke
langit dan dengan rendah hati memohon kepada Tuhannya serta bersyukur atas
bantuan nikmat-Nya. Selama waktu yang singkat itu, rupanya ia kembali kepada
pedangnya dan sikap diamnya. setelah bersumpah takkan berbicara sampai
kemenangan sempurna tercapai, atau ia sendiri mencapai syahid . Sesungguhnya
keadaan perang berjalan menguntungkan Muslimin … dan kemenangan mutlak datang
mendekat dengan cepatnya …. Ketika itu di kala Zaid telah yakin bahwa
kemenangan sudah berada di ambang pintu, belum pernah ia mengenal penutup kehidupan
yang lebih merangsang daripada sekarang. la berharap kiranya Allah
mengaruniai-Nya mati syahid di perang Yamamah ini . . . . Angin surga pun
berhembuslah memenuhi jiwanya dengan kerinduan dan mengisi lekuk matanya dengan
genangan air serta membangkitkan semangat dan tekadnya yang tak kunjung padam .
. . . Ia menyerang terus mencari tujuan terakhirnya yang agung . . . . Dan
gugurlah pahlawan itu sebagai syahid ….Bahkan katakanlah: ia telah naik selaku
syahid …. Ia telah naik dengan kebesaran, kemuliaan dan kebahagiaan …. Dan
balatentara Islam pun kembalilah ke Madinah dengan membawa kemenangan. Selagi
Umar bersama Khalifah Abu Bakar menyambut kedatangan mereka, dilayangkannya
pandangannya dengan penuh kerinduan, mencari-cari abangnya yang kembali….
Zaid adalah seorang yang tinggi jangkung,
karenanya mudah dikenal dari jauh . . . . Tetapi belum sampai Umar bersusah
payah mencarinya, salah seorang di antara Kaum Muslimin yang kembali,
mendekatinya dan menyampaikan belasungkawa atas gugurnya Zaid.
Berkatalah Umar:
“Rahmat Allah bagi Zaid ….
la mendahuluiku dengan dua kebaikan …. Ia masuk Islam lebih dahulu ….
Dan ia syahid lebih dahulu pula …
la mendahuluiku dengan dua kebaikan …. Ia masuk Islam lebih dahulu ….
Dan ia syahid lebih dahulu pula …
Sekalipun tidak sedikit kemenangan-kemenangan
yang diperoleh, di mana Islam berjaya dan berbahagia, namun tak pernah hilang
dari fikiran al- ‘ Faruq … gelaran bagi Umar … agak sekejap pun akan abangnya
Zaid . . . , dan sering-sering ia berkata: “Bila angin kerinduan berhembus
tercium olehku harumnya Zaid .. . ! “
Sungguh, kerinduan benar-benar membawa bau
wanginya Zaid dari nama baiknya dan budinya yang tinggi . . . ! Bahkan,
Seandainya Amirul Mu’minin mengidzinkan, akan kutambahkan ke dalam pantunnya
yang indah itu, beberapa kalimat yang akan melengkapi kemegahan tersebut,
demikian bunyinya:
“. .. . Setiap
angin kemenangan Islam berhembus, semenjak peristiwa Yamamah, akan tercium
selalu oleh Islam bau wangi.. nya Zaid, pengurbanan Zaid …
kepahlawanan Zaid dan kebesaran Zaid … !! “
Yah, keluarga al-Khatthab telah diberi berkah di
bawah, naungan bendera Rasulullah saw ….Mereka mendapat berkah di hari mereka
masuk Islam, diberi berkah di kala mereka berjihad dan mencari syahid, serta
diberi berkah di hari mereka dibangkitkan kelak..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar