Selasa, 19 November 2013

Shalat Tahiyatul Masjid




Shalat tahiyatul masjid disyariatkan pada setiap saat, ketika seseorang masuk masjid dan bermaksud duduk di dalamnya. Ini merupakan pendapat Imam Asy-Syafi’i & Ahmad bin Hambal, yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu Baz, & Ibnu Al-Utsaimin –rahimahumullah.
Dalam hadis yang diriwayatkanoleh Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam bersabda,
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ
Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia shalat dua rakaat sebelum dia duduk.” (HR. Al-Bukhari no. 537 & Muslim no. 714)
Jabir bin Abdillah -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ, فَجَلَسَ. فَقَالَ لَهُ: يَا سُلَيْكُ قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا! ثُمَّ قَالَ: إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا
Artinya,“Sulaik Al-Ghathafani datang pada hari Jum’at, sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berkhutbah, dia pun duduk. Maka beliau langsung bertanya padanya, “Wahai Sulaik, bangun dan shalatlah dua raka’at, kerjakanlah dengan ringan.” Kemudian beliau bersabda, “Jika salah seorang dari kalian datang pada hari Jum’at, sedangkan imam sedang berkhutbah, maka hendaklah dia shalat dua raka’at, dan hendaknya dia mengerjakannya dengan ringan.” (HR. Al-Bukhari no. 49 dan Muslim no. 875)
Para ulama sepakat tentang disyariatkannya shalat 2 rakaat bagi siapa saja yang masuk masjid & mau duduk di dalamnya. Hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai hukumnya. Mayoritas ulama berpendapat shalat Tahiyatul Masjid adalah sunnah & sebagian berpendapat wajib. Yang jelas tidak sepantasnya seorang muslim meninggalkan syariat ini.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa shalat tahiyatul masjid adalah sunnah karena ada indikasi lain yang menyoal pada status hukum sunnah dan tidak wajib. Di antaranya,
Pertama, hadis Abdullah bin Busr,
حديث أبي داود والنسائي: أن رجلاً تخطى رقاب الناس والنبي صلى الله عليه وسلم يخطب فقال له: أجلس فقد آذيت
Artinya,“Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang melangkahi pundak-pundak manusia sedangkan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berkhutbah, maka beliau berkata, “Duduklah, sungguh engkau telah menyakiti mereka.” (Shahih, HR Abu Dawud (1118), di shahihkan oleh Syeikh Al-Albani)
Kedua, hadis Thalhah bin Ubaidullah radhiyallahu Anhu, beliau berkata,
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ ثَائِرُ الرَّأْسِ نَسْمَعُ دَوِيَّ صَوْتِهِ وَلَا نَفْقَهُ مَا يَقُولُ حَتَّى دَنَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنْ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ فَقَالَ هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُنَّ قَالَ لَا إِلَّا أَنْ تَطَّوَّعَ
Artinya, “Seorang laki-laki dari penduduk Nejd yang rambutnya berdiri datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kami mendengar gumaman suaranya, namun kami tidak dapat memahami sesuatu yang dia ucapkan hingga dia dekat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ternyata dia bertanya tentang Islam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,‘Islam adalah shalat lima waktu siang dan malam.‘ Dia bertanya lagi, ‘Apakah saya masih mempunyai kewajiban selain-Nya? ‘ Beliau menjawab, ‘Tidak, kecuali kamu melakukan shalat sunnah.” (HR. Bukhari (46), Muslim (11/76))
Ketiga, hadis AbuWaqid Al Laitsi radhiyallahu Anhu, beliau berkata,
عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَمَا هُوَ جَالِسٌ فِي الْمَسْجِدِ وَالنَّاسُ مَعَهُ إِذْ أَقْبَلَ ثَلَاثَةُ نَفَرٍ فَأَقْبَلَ اثْنَانِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَهَبَ وَاحِدٌ قَالَ فَوَقَفَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَرَأَى فُرْجَةً فِي الْحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيهَا وَأَمَّا الْآخَرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُمْ وَأَمَّا الثَّالِثُ فَأَدْبَرَ ذَاهِبًا فَلَمَّا فَرَغَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا أُخْبِرُكُمْ عَنْ النَّفَرِ الثَّلَاثَةِ أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى إِلَى اللَّهِ فَآوَاهُ اللَّهُ وَأَمَّا الْآخَرُ فَاسْتَحْيَا فَاسْتَحْيَا اللَّهُ مِنْهُ وَأَمَّا الْآخَرُ فَأَعْرَضَ فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ
Artinya, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika sedang duduk bermajelis di Masjid bersama para sahabat datanglah tiga orang. Yang dua orang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan yang seorang lagi pergi, yang dua orang terus duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dimana satu diantaranya nampak berbahagia bermajelis bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (di depan), sedang yang kedua duduk di belakang mereka, sedang yang ketiga berbalik pergi, Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selesai bermajelis, Beliau bersabda: “Maukah kalian aku beritahu tentang ketiga orang tadi?”Adapun salah seorang diantara mereka, dia meminta perlindungan kepada Allah, maka Allah lindungi dia. Yang kedua, dia malu kepada Allah, maka Allah pun malu kepadanya. Sedangkan yang ketiga berpaling dari Allah maka Allah pun berpaling darinya.”(HR. Bukhari (66) Muslim (2176))

Pengertian Shalat Tahiyatul Masjid

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Tahiyyatul Masjid adalah shalat yang dilakukan sebanyak dua Roka’at, dan dikerjakan oleh seseorang ketika masuk ke masjid. Adapun hukumnya termasuk sunnah berdasarkan konsensus karena hal itu merupakan hak setiap orang yang akan masuk ke masjid, sebagaimana dalil-dalil yang telah disebutkan.” (Fathul Bari: 2/407)

Siapa Yang Dikecualikan Untuk Tidak Mengerjakan Shalat Tahiyatul Masjid?

Ibnu Hajar juga berkata, “Dikecualikan bagi khotib masjid, yang akan masuk ke masjid untuk shalat, dan berkhutbah di hari jum’at, maka seorang khotib tidak perlu melakukan shalat Tahiyatul Masjid. Dikecualikan juga bagi pengurus masjid, karena ia diberi amanah untuk senantiasa keluar masuk masjid, jika setiap keluar masuk di perintahkan untuk shalat tahiyatul masjid, tentu hal itu akan memberatkan baginya. Sebagaimana pula tidak disunnahkan bagi seseorang yang masuk ke masjid sedangkan imam telah menegakkan shalat fardhu atau telah selesai dikumandangkan iqamat, karena sesungguhnya shalat fardhu telah cukup walaupun tidak shalat tahiyatul Masjid.” (Subulus Salam: 1′/320)
Namun sebagian Ulama’ berpendapat disunnahkan melakukan tahiyatul Masjid setiap kali masuk ke Masjid. Hal ini sebagaimana pendapat imam Nawawi, dan ini pendapat yang dipilih oleh ibnu Taimiyyah, dan Ahmad bin Hambal. (Al-Majmu’: 4/75)
Imam Syaukani rahimahullah berpendapat, “Bahwa shalat Tahiyatul Masjid disyari’atkan, meskipun berkali-kali masuk ke masjid, sebagaimana secara ekplisit dinyatakan dalam hadits. (Nailul Authar: 3/70)
Tahiyatul masjid tergolong sebagai penghormatan terhadap masjid. Hal itu sepadan dengan ungkapan salam ketika masuk ke suatu tempat, sebagaimana seorang yang memberi salam kepada sahabatnya ketika bertemu.
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Sebagian yang lain mengilustrasikan dengan memberi salam kepada pemilik masjid (Allah subhanahu wata’ala). Karena maksud dilakukannya tahiyatul masjid adalah mendekatkan diri kepada Allah, bukan kepada masjid, sebab seseorang yang masuk ke rumah orang lain, yang diberi salam adalah pemiliknya bukan rumahnya. (Hasyiyah Ibnul Qasim: 2/252)

Sumber : http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/shalat-tahiyatul-masjid.html

Tata cara Shalat Hari Raya ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha



Hukum Shalat ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha
Mengerjakan shalat ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha (‘idain) berhukum sunah muakkad.

Dalil Shalat ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha
Dalil mengerjakan shalat dua hari raya adalah firman Allah swt.:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَر. (الكوثر:3)
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkorbanlah.” (QS. Al Kautsar: 3)
Dan hadits Nabi Muhammad saw.:

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يُصَلُّونَ الْعِيدَيْنِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ (متفق عليه)
“Rasulullah saw., Abu Bakar, Umar melakukan shalat dua hari raya sebelum khutbah dilaksanakan.” (Muttafaq ‘Alaih)
Shalat hari raya adalah shalat yang berjumlah du’a raka’at, dan sunah dengan berjama’ah, serta dikerjakan sebelum khutbah. Akan tetapi, bagi orang yang mengerjakan ibadah haji disunahkan mengerjakannya tanpa berjama’ah. Bagi orang yang mengerjakannya tanpa berjama’ah tidak disunahkan melakukan khutbah setelahnya. Adapun tempat melaksanakan shalat ‘idain adalah masjid.

Waktu Pelaksanaan Shalat ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha
Pelaksanaan shalat hari raya dimulai saat matahari terbit sampai dengan tergelincir, dan yang paling utama adalah mengerjakannya ketika matahari sudah naik kira-kira satu tombak dalam pandangan mata.

Kesunahan di Hari Raya
Kesunahan yang dapat dilakukan pada saat hari raya adalah:
1.         Melantunkan takbir
Kesunahan ini dimulai sejak terbenamnya matahari hari raya ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha, dan berakhir ketika imam memulai shalat ‘id. Hanya saja, pada hari raya ‘Idul Adha tetap disunahkan melantunkannya setiap selesai mengerjakan shalat fardlu, shalat rawatib, shalat sunah mutlak, dan shalat janazah. Kesunahan ini berlangsung sampai waktu Ashar tanggal tiga belas Dzulhijjah.
Catatan:
a.         Takbir yang disunahkan pada setiap selesai shalat disebut takbir muqayyad.
b.         Takbir yang disunahkan tidak pada setiap shalat disebut takbir mursal.
Adapun bacaan takbir yang dimaksud adalah:
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ اِلٰهَ اِلاَّ اللهُ، وَاللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ وَ ِللهِ الْحَمْدُ، اللهُ أَكْبَرُ كبيراً وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْراً، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهْ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَِللهِ الْحَمْدُ.
2.         Mandi dengan niat untuk melaksanakan shalat hari raya:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِعِيْدِ الْفِطْرِ / اْلأَضْحٰى سُنَّةً ِللهِ تَعَالٰى.
3.         Berangkat pagi-pagi, kecuali bagi imam disunahkan berangkat ketika shalat hendak dilaksanakan.
4.         Berhias diri dengan memakai parfum, pakaian yang bagus, memotong kuku, serta menghilangkan bau yang tidak sedap.
5.         Menempuh jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang.
6.         Makan terlebih dahulu sebelum berangkat shalat ‘Idul Fitri, sedangkan pada ‘Idul Adha, sunah melakukan shalat terlebih dahulu.
7.         Tahniah (ungkapan suka cita) atas datangnya hari raya disertai dengan berjabat tangan. Seperti lafadh:
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْك
8.         Menjawab ucapan suka cita (tahni’ah) dengan bacaan:
تَقَبَّلَ اللهُ مِنْكُمْ، أَحْيَاكُمُ اللهُ ِلأَمْثَالِهِ، كُلَّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ.

Teknis Pelaksanaan Shalat dan Khutbah Hari Raya ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha
1.         Ketika imam sampai di masjid, muraqi segera berdiri untuk memberi aba-aba dimulainya shalat, yakni dengan lafadh:
صَلُّوْا سُنَّةً لِعِيْدِ اْلفِطْرِ / اْلأَضْحٰى رَكْعَتَيْنِ جَامِعَةً رَحِمَكُمُ اللهُ.
2.         Imam segera menuju mihrab (tempat imam), lalu niat shalat disertai takbiratul ihram. Niatnya adalah:
أُصَلِّيْ سُنَّةً لِعِيْدِ الْفِطْرِ / اْلأَضْحٰى رَكْعَتَيْنِِ ِللهِ تَعَالٰى.
3.         Setelah takbiratul ihram, dilanjutkan membaca do’a iftitah, kemudian melakukan takbir sebanyak tujuh kali pada raka’at pertama, dan lima kali pada raka’at kedua. Lalu, membaca tasbih di sela-sela takbir:
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ ِللهِ وَلاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
4.         Setelah selesai melakukan takbir ketujuh, dilanjutkan membaca ta’awwudz, surat Al Fatihah dan surat-surat yang disunahkan; seperti surat Qaf atau Al A’la pada raka’at pertama, dan surat Al Qamar atau surat Al Ghasyiyah pada raka’at kedua.
5.         Selesai melaksanakan shalat, muraqi segera berdiri untuk memberi aba-aba dimulainya khutbah, disusul dengan membaca shalawat sambil menyerahkan tongkat. Redaksinya semisal:
مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ وَزُمْرَةَ الْمُؤْمِنِيْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، إِعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هٰذاَ، يَوْمُ عِيْدِ الْفِطْرِ / اْلأَضْحٰى، وَيَوْمُ السُّرُوْرِ، وَيَوْمُ الْمَغْفُوْر، يَوْمُ أَحَلَّ اللهُ لَكُمْ فِيْهِ الطَّعَامَ، وَحَرَّمَ عَلَيْكُمْ فِيْهِ الصِّيَامَ، إِذَا صَعِدَ الْخَطِيْبُ عَلَى الْمِنْبَرِ، أَنْصِتُوْا أَثَابَكُمُ اللهُ، وَاسْمَعُوْا أَجَارَكُمُ اللهُ، وَأَطِيْعُوْا رَحِمَكُمُ اللهُ. اللّـٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اللّـٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدٍ، اللّـٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ.
6.         Setelah itu, khotib menuju mimbar khutbah.
7.         Kemudian muraqi membaca do’a:
اَللّـٰهُمَّ قَوِّ اْلإِسْـلاَمَ، مِنَ الْمُسْـلِمِيْنَ وَالْمُسْـلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنِ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَيَسِّرْهُمْ عَلىٰ إِقَامَةِ الدِّيْنِ، وَاخْتِمْ لَنَا مِنْكَ بِالْخَيْرِ، وَيَاخَيْرَ النَّاصِرِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
8.         Selesai do’a, khotib mengucapkan salam kemudian duduk.
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
9.         Lalu, muraqi membaca takbir sebanyak tiga kali:
اَللهُ أَكْبَرْ، اَللهُ أَكْبَرْ، اَللهُ أََكْبَرْ، لآَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرْ، اَللهُ أَكْبَرْ وَ ِللهِ الْحَمْد 3 ×
10.       Kemudian, khotib melaksanakan khutbah pertama. Selesai khutbah, khotib duduk sejenak, disusul muraqi membaca shalawat:
اَللّـٰهُمَّ صَلِّ عَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىٰ آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ.
11.       Selesai duduk, khotib melanjutkan dengan khutbah kedua sampai selesai.

sumber : http://el.ibbien.com/index.php/kajian-fiqh/215-tata-cara-shalat-hari-raya-idul-fitri-dan-idul-adha-